Tidak semua rumah bisa menjadi tempat untuk pulang, bisa saja rumah itu hanya kalian sewa dari sang Pencipta, dan disini, aku akan ceritakan bagaimana aku berpisah dengan sesuatu yang ku sebut rumah itu. Aku adalah Narayana Senja, seorang gadis yang mulai menginjak usia 25 tahun, dan di usiaku sekarang ini aku sudah mengenal bagaimana kerasnya dunia terhadap diriku, bagaimana takdir begitu kejam terhadapku sampai aku benar-benar berada di titik terendah dalam hidupku samapi aku dipertemukan dengan dengan dia, sosok lelaki yang menaungi hidupku, sosok yang mencoba begitu keras untuk memperbaiki diriku yang sudah hancur karena kerasnya dunia menghantamku berkali-kali, dan dia adalah Aksara.
Ranu Kumbolo adalah saksi bisu dimana aku pertama kali melihat wajah tenang dengan senyum menawan di bibirnya. Kami bertemu ditempat indah itu, dengan pemandangan sang mentari yang masih malu-malu untuk menampakan sinar, Aksara datang menghampiriku, dan menyapaku, aku terpana dengan senyumannya hingga tanpa sadar aku menjabat uluran tangannya padaku, hangat, itu yang aku rasakan saat menjabat tangannya, sudah lama aku tidak merasakan kehangatan seperti itu. Kami pun berbicang tentang banyak hal, ternyata, kami satu kampus hanya berbeda jurusan hingga tiba waktunya rombonganku untuk melanjutkan perjalanan lagi akhirnya kami berpisah. Selama perjalanan menuruni Semeru aku terus berpikir tentang pertemuanku dengan Aksara, apakah pertemuan ini sudah di takdirkan atau hanya kebetulan saja? Entahlah, aku sibuk berdebat dengan pikiranku sendiri, terselip sedikit harapan di hatiku untuk bertemu lagi dengannya.
Berselang satu minggu setelah pertemuanku dengan Aksara, aku bertemu lagi dengannya di sebuah kafe dekat kampusku. Aksara datang menghampiriku dan duduk tepat di depanku, aku sedikit terkejut melihat kehadirannya tapi aku juga senang. Kami berbincang sampai tak terasa senja telah tiba, mataku memandang ke luar menikmati senja yang telah memamerkan keindahannya. Aksara pun sama, dia ternyata penikmat senja. Singkat cerita, hubungan kami semakin dekat dia selalu ada untuk diriku kapan pun aku membutuhkannya, aku merasakan bagaimana rasanya mendapat kasih sayang seperti yang selalu aku inginkan selama ini, dan aku mendapatkannya dari Aksara. Aku merasa nyaman berada di dekatnya, sampai aku merasa bebas berbagi banyak hal dengannya, hingga dia tahu tentang sesuatu dari diriku yang selalu aku sembunyikan selama ini, yaitu barcode atau luka goresan dilenganku saat aku merasa lelah dengan dunia dan seisinya. Ya aku adalah penderita PTSD (post traumatic stress disorder), sudah bertahun-tahun lamanya aku mengalami mental illness, aku menderita itu setelah menyaksikan sendiri Ibuku ditembak didepan mataku, dan kejadian mengerikan itu yang selalu ingin ku lupakan dalam hidupku, namun yang terjadi justru sebaliknya. Aku mengalami insomnia parah, aku selalu menangis setiap malam, aku takut dengan bunyi ledakan seperti suara kembang api pada malam tahun baru, aku sangat membencinya, aku kehilangan 9kg berat badanku hanya dalam waktu 2 minggu ,beberapa kali aku mencoba mengakhiri hidupku namun Tuhan masih enggan menerima ku kembali padanya.
Setelah mengenal Aksara, aku tidak lagi melukai diriku untuk menenangkan pikiranku, dia selalu ada saat aku membutuhkan tempat untuk bercerita, dia selalu memberikan bahunya padaku untuk bersandar.
Aksara selalu mendengarkanku tanpa memberikan penghakiman padaku, iya memang benar, tidak semua orang dapat berpikir tentang penderita mental illness, padahal kami hanya butuh didengarkan tanpa ada penghakiman, kami hanya butuh sebuah pelukan bahwa kami tidak sendiri di dunia ini, dan saat itu, Aksara lah yang paling mengerti tentang hal itu. Selama 3 tahun, Aksara berada di sampingku, memberikan rasa nyaman, kehangatan, cinta dan kasih sayang padaku hingga aku berhasil mengatasi traumaku, namun di sela-sela obrolan kami Aksara selalu berkata padaku “Jangan pernah tergantung denganku, berdiri lah dengan kakimu sendiri, ingat aku hanya manusia biasa yang bersifat sementara, aku bisa pergi kapanpun meski aku tak ingin, jangan jadikan aku sebagai rumah, karna rumah pun bisa runtuh. Jika kamu ingin memiliki rumah untuk pulang, jadikan dirimu sendiri sebagai rumah, karena hanya dirimu yang paling mengerti tentang semua rasa sakit dan bahagiamu, aku hanya seorang tangan kanan Tuhan yang dikirim untuk menemanimu sampai kamu sanggup berdiri dengan kakimu sendiri.”
Awalnya aku bertanya-tanya, tentang maksud ucapannya namun setelah kecelakaan di sore hari itu dan menewaskan Aksara, aku paham makna pesannya padaku. Aku menangis, peristiwa lama berputar di kepalaku, tapi demi harapannya untukku, aku berhasil mengendalikan emosiku, aku berusaha keras melepas kepergiannya dengan senyum meski air mata terus mengalir dari mataku. Aku kembali ke Ranu Kumbolo tempat dimana pertama kali bertemu dengan Aksara, aku mengukir sebuah nama di sana AKSARA SENJA, nama yang selalu dia agungkan, bahwa kami dipertemukann untuk sebuah makna dimana Aksara akan selalu menjadi ukiran untuk Senja yang indah. Selamat jalan Aksara, terima kasih untuk 3 tahun terhebat dalam hidupku, semoga damai dalam pangkuan Tuhan.
Komentar
Posting Komentar