Langsung ke konten utama

Bintang Untuk Kei

                                                   https://pin.it/5tGjdgqhI 
 


Selamat malam, bagi kalian mungkin sekarang waktu pagi, siang atau bahkan sore saat membaca cerita ini, ini adalah sebuah cerita klise tentang titik balik dari sebuah rasa kecewa yang amat sangat besar. Ada sebuah pepatah mengatakan “Jangan terlalu berharap terhadap manusia atau nanti kau akan kecewa.” Ya itu benar adanya, tapi tidak untuk wanita bersurai hitam yang sedang bersiap membuka luka kecewa itu.

Senyum tipis terpatri diwajah manis wanita bersurai hitam itu membayangkan masa lalunya, namun kini ia harus mengulik kembali luka lama yang sudah sembuh. Untuk sebagian orang mungkin enggan untuk membuka kembali luka lama yang susah payah mereka sembuhkan atau mungkin bahkan ingin mereka lupakan tapi tidak bagi Kei, ya wanita itu bernama Keinarra Aurora, akrab disapa Kei. Dia dengan senang hati membuka luka lama itu, memangnya kenapa,? Toh juga sudah sembuh meskipun dibuka kembali tak akan menimbulkan sakit lagi bukan?

Kei bersiap menuangkan ceritanya dalam sebuah cerita, jemarinya menari-nari di atas keyboard laptopnya dengan lincah.

Cerita ini berawal pada tahun 2010 saat Kei baru saja menyelesaikan pendidikan menengah atas, seperti kebanyakan remaja lainnya dia dengan semangat menyiapkan berkas-berkas yang diperlukan untuk mendaftar di Perguruan Tinggi bolak-balik ke kota untuk mengikuti tes Try Out, belajar siang-malam tanpa mengenal lelah, mengatur waktunya sebisa mungkin untuk belajar dan menonton drama korea kesukaannya sampai dia yakin bahwa dirinya siap untuk final test.

Sampai tiba pada waktu ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri incarannya dia dengan yakin dan percaya diri bahwa semua jawaban yang dia isi benar dan kalaupun ada kesalahan itu tak akan mempengaruhi penilaian juri terhadap hasil ujiannya namun tiba di hari pengumuman hasil test, nama Keinarra Aurora tak terdapat dalam daftar nama yang diterima di PTN tersebut, mata Kei memincing melihat satu nama yang ada dalam daftar tersebut, nama yang sangat dia yakin bahwa pemilik nama itu tak seharusnya diterima dalam test di PTN tersebut, ia menarik nafas dan menghembuskannya kasar.

Kecewa, marah, sedih semua perasaan itu bercampur aduk dalam hatinya, hari ini sungguh buruk baginya, kacau semua tidak sesuai dengan rencana yang sudah ia susun sedemikian rupa. Kei berjalan cepat dengan wajah yang sangat sulit untuk dijelaskan menabrak orang yang berlalu-lalang di sepanjang jalan PTN tersebut, tidak peduli dengan teriakan marah orang yang ia tabrak Kei hanya terus berjalan mencari tempat untuk sendiri dan menjernihkan pikiran dan hatinya. Hujan turun membuat harinya semakin buruk saja “Sial!” umpat Kei. Dengan gusar ia bangun dari bangku taman yang baru saja ia duduki dan memutuskan pulang menerabas lebatnya hujan kala itu, biarlah mungkin saja rasa kecewa dan marahnya luntur bersama air hujan yang membasahinya. Namun itu belum seberapa masih ada bagian yang jauh lebih mengecewakan lagi bagi Kei, tunggu  dan bersabarlah dalam membaca cerita ini sampai pada cerita intinya.

Waktu berlalu, kecewa sembuh beriringan dengan berjalannya waktu. Kei menempuh pendidikan di sebuah Perguruan Tinggi Swasta terkenal di kotanya, ia bisa berdamai dengan keadaan dan kenyataan, semua berjalan semestinya, sesuai dengan susunan masa depannya namun hanya sementara, ingat hanya sementara!

Bangun pagi, mandi, sholat, berdandan dan sarapan seadanya ala anak kost, menyiapakan materi kuliah hari ini, dan bertemu dengan teman sudah menjadi kebiasaan rutin yang sudah Kei jalani selama hampir 2 tahun ini lancar tanpa hambatan seperti jalan bebas hambatan di kota-kota besar. Namun pagi ini, tepatnya pukul 04.30 subuh telepon selulernya berdering beberapa kali tak perlu waktu lama dia segera menerima panggilan telepon tersebut, belum sempat dia mengucapkan salam suara diseberang sana sudah terlebih dulu membuatnya tercekat matanya berkaca-kaca tangannya gemetar dengan suara bergetar Kei berucap “Innalilahiwainaillahirojiun, ya Paman, Kei pulang sekarang juga.” Tangisnya pecah membuat beberapa teman satu kostnya berdatangan ke kamarnya, menanyakan ada apa dan mengambilkan minum untuknya, setelah agak tenang Kei bicara bahwa kedua orangtua nya meninggal karena sebuah kecelakaan tunggal.

Dunia Kei seakan runtuh mengetahui fakta bahwa dirinya kini hanya sebatang kara, orangtua nya meninggal dan fakta bahwa dirinya seorang anak tunggal semakin membuatnya sedih, banyak yang terlintas dibenaknya, bagaimana dia akan melanjutkan hidup, dengan siapa, dan bagaimana pula dengan kuliahnya? Perlu diketahui Kei memiliki harga diri yang sangat tinggi, dirinya akan merasa sangat malu jika ternyata kulihnya harus berhenti ditengah jalan karena masalah finansial. 40 hari berlalu setelah kematian kedua orangtuanya, Kei kini berubah drastis sejak kedua orangtuanya meninggal, ia tak lagi seceria dahulu, murung, sedih, tak pernah berangkat kuliah, sering keluar malam dan tak pernah lagi menjalani kewajibannya sebagai seorang muslim. Sekali, Kei pergi dari sore menjelang pukul 02.30 pagi baru kembali dengan keadaan mabuk diantar oleh seorang laki-laki yang badannya penuh dengan tato, Paman yang kini mengurus Kei menegurnya untuk jangan berprilaku seperti itu dan kembali menjalankan kewajibannya sebagai muslim, sholat dan mendo’akan kedua orangtuanya namun, Kei menatap galak Pamannya.

“JANGAN SEKALI-KALI MENGINGATKAN AKU SOAL BERIBADAH PAMAN, PERSETAN DENGAN SEGALA IBADAH TUHAN ITU TIDAK ADA, DIA TIDAK ADIL! MANA TUHAN? ADA DIMANA DIA SEKARANG? AKU HAMBANYA YANG SELALU TAAT AKAN PERINTAHNYA PAMAN, SEKALIPUN AKU TAK PAERNAH MENINGGALKAN SHOLAT TAPI KENAPA DIA AMBIL IBU DAN AYAH? DIA MEMBUAT SEGALANYA MENJADI RUMIT SETELAH KEMATIAN IBU DAN AYAH, KULIAHKU BERANTAKAN, BAIK KELUARGA IBU ATAU AYAH MEREKA SEMUA MENJAUHIKU PAMAN, TUHAN HANYA DIAM MELIHATKU MENDERITA, KESAKITAN DENGAN SEMUA INI, AKU KECEWA PAMAN. AKU BENCI TUHAN.”

            Plaakk!!! Tamparan keras mendarat diwajah Kei, dia manatap tak percaya Pamannya melakukan hal itu padanya. “SADAR KEI! APA YANG KAMU UCAPKAN ITU SALAH, TUHAN AMAT MENYANYANGIMU, DIA MEMBERIKAN UJIAN SEBESAR INI KEPADAMU KARENA SANGAT SAYANG PADAMU.” Paman menangis menatapnya, suaranya melembut “Sadarlah Kei, kamu bisa melanjutkan kuliahmu, paman bisa membiayai pendidikanmu sampai selesai, jangan seperti ini, ayah dan ibu juga tidak mau melihatmu seperti ini Nak,”

Kei pergi meninggalkan paman tenggelam dalam pikirannya terselip haru di hatinya melihat Paman, satu-satunya orang yang perduli padanya menangis memohon kepadanya namun rasa kecewa dihatinya terlampau besar hingga tangisan Paman tak ada artinya bagi dirinya.

            Seperti janji Tuhan bahwa akan ada pelangi setelah hujan, begitu pun dengan Keinarra, Paman percaya suatu saat pasti akan ada keajaiban untuknya.

Sebuah keajaiban, saat Keinarra dipertemukan dengan Bintang, anak perempuan berusia 7 tahun dengan keadaan fisik yang kurang sempurna itu mengulurkan sebotol minuman untuknya saat dia sedang duduk ditaman, Keinarra menatap sejenak uluran tangan tersebut tersenyum tipis dan menerimanya, “terimakasih.”

“Boleh saya duduk disini kak?” Tanya Bintang takut, matanya mengerjap, lucu.

“Boleh, duduk saja,” Keinarra tersenyum sembari membantu Bintang duduk dibangku taman.

“Kakak sedang sedih ya? Bintang sering melihat kakak menangis sendirian ditaman ini-,”

“Namumu Bintang?” Tanya Kei, Bintang hanya mengangguk, Kei tersenyum menarik nafas panjang

“Iya, Bintang kakak sedang sedih, marah dan kecewa”

“Dengan siapa?” Tanya Bintang menyelidik

“Dengan Tuhan, Tuhan amat sangat jahat terhadapku, Dia mengambil Ibu dan Ayah dan membuat segalanya berantakan, semua yang sudah aku persiapkan dengan rapih hancur berantakan karnaNya. Maaf Bintang, tapi apa boleh kakak bertanya tidak kah kamu merasa kecewa terhadap Tuhan karna keadaan fisikmu, bukankah kamu seperti ini juga karnaNya?”

“Tidak!” dengan penuh keyakinan Bintang mengucapkan itu.

“Mengapa?” Keinarra tercengang,

“Apa kakak tau meskipun dengan keterbatasan fisik seperti ini, aku pandai melukis, Tuhan sangat menyanyangiku, fisikku memang kurang tapi Tuhan memberikan sebuah kelebihan untukku dan ada begitu banyak orang-orang yang menyanyangiku dan aku sama seperti kakak tidak memiliki orangtua, bahkan aku tak tahu dimana dan siapa orangtua kandungku, sejak kecil aku sudah tinggal di panti asuhan, Bunda bilang dia menemukan aku di dalam sebuah kardus depan pintu masuk panti.”  

Dia bungkam seribu bahasa, matanya bergetar. Tertampar kenyataan.

“Bintang memang masih kecil, dan belum mengerti bagaimana caranya menyusun masa depan sebaik mungkin seperti kata kakak. Bintang hanya menjalani hidup ini seperti air, membiarkannya mengalir mengikuti arus meski harus melewati berbagai kotoran tapi hidup Bintang terus mengalir sampai bertemu muara. Tuhan tak pernah menyiapkan sesuatu yang buruk kepada hambaNya kak, dia memberikan ujian hanya agar kita bisa lebih dewasa dan lebih kuat dalam menghadapi berbagai hal nantinya. Percaya lah Tuhan itu maha baik, akan selalu ada pelangi setelah hujan.” Bintang tersenyum menggenggam tangan Kei. Kristal bening mengalir dari pelupuk matanya, bagaimana bisa anak sekecil ini mampu berfikir dan berbicara layaknya orang dewasa seperti ini.

            Kei menghapus air matanya, bangkit dan memeluk bintang menumpahkan air matanya dalam pelukan Bintang. Batinnya mengucapkan terimakasih telah mempertemukan Bintang padanya.

“Bintang, mau ikut kakak pulang kerumah? Makan malam bersama Paman kakak?”

Bintang menggeleng, “Maaf, kak tidak bisa, hari ini ada makan malam rutin bersama penghuni panti lainnya dan Bintang juga belum izin dengan Bunda. Mungkin lain waktu kak.”

“Baiklah, bisa kah besok kita bertemu lagi disini? Kakak akan ada disini besok pada sore hari dan ini nomer handphone kakak berikan pada Bunda untuk menyimpan nomer kakak, kakak masih ingin ngobrol banyak dengan kamu.” Tersenyum, senyum tulus setelah sekian lama dari Kei.

Bintang memeluk Kei sebelum pergi dan berbisik lembut ditelinga Kei. “Kakak harus bahagia sama seperti Bintang.” Bisikan yang sangat menenangkan hati Kei.

            Paman tercengang Kei pulang dan langsung menghambur memeluk Paman menumpahkan segela kegundahannya selama ini, amarahnya, rasa sepinya, segalanya. Menceritakan segalanya dan menangis seperti seorang anak perempuan menangis dalam pelukan ayahnya, menceritakan pertemuannya dengan Bintang yang membuatnya tersadar bahwa Kei jauh lebih beruntung dalam berbagai aspek. Kei mengambil air wudhu, sholat. Menangis dalam sholatnya memohon pengampuan pada Tuhannya. Intropeksi diri, bahwa selama ini, ia terlalu percaya diri bahwa dialah yang mengatur hidupnya akan jadi seperti apa, sombong akan segala rencananya masa depannya. Dia lupa bahwa manusia hanya bisa merencanakan tapi Tuhan yang menentukan.

            Paman dan Kei pergi kepanti, minta izin kepada Bunda akan mengajak Bintang jalan-jalan keliling kota. Paman menceritakan semuanya tentang Keinarra sampai akhirnya dia bertemu Bintang. Paman mengatakan bahwa biaya pendidikan Bintang sampai dia menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi akan di biayai oleh Paman. Dia begitu bahagia keponakan tersayangnya kembali seperti dulu. Kei menjalani hidup seperti dulu, tidak lagi keluar malam, mabuk dan keluyuran tak jelas. Kei melanjutkan lagi pendidikannya dan selang beberapa tahun Keinarra lulus dengan nilai terbaik di kampusnya. Hubungannya dengan Bintang semakin erat, Kei menganggap bintang seperti adiknya sendiri, Bintang pun sering menginap di rumah Kei dan berjalan-jalan bersama saat weekend. Rencanya Tuhan memang unik, pertemuannya dengan Bintang menjadi titik balik dalam kehidupan Keinarra. Siapa yang tahu akan rencana Tuhan, esok hari Bintang menjadi seniman hebat meski dengan keterbatasan fisik dan bisa membuka galeri seni sendiri dan Kei menjadi pengusaha sukses berkat kerja kerasnya. Benar kata Bintang, biarkan saja hidupmu mengalir seperti air jika bertemu kotoran hanya tinggal lewati saja sampai bertemu dengan muara. Satu hal yang Kei terapkan dalam hidupnya sekarang dia mengutip dari ucapan Idol Kpop idolanya.

Do your best and leave the rest to Go.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Intermezzo

  Hi, welcome to my blog!! Tujuan pembuat blog ini adalah untuk menanggapi keresahan diri sendiri tentang karya-karya saya yang ingin di baca dan mendapat apresiasi dari banyak orang tapi bingung bagaimana menyalurkannya dan tercetuslah ide untuk membuat blog ini. So, silakan menikmati secuil karya yang mungkin akan menimbulkan inspirasi. Happy reading everyone 

Janji-Nya di Sepertiga Malam

                      https://pin.it/RqX7SCfDW Saat rasa putus asa yang terlampau dalam dan, hanya keajaiban do’a yang dapat mengubahnya. Kisah ini menceritakan tentang bagaimana kekuatan do’a mengubahku, bagaimana Allah, menunjukan kebesarannya secara langsung terhadapku, dan menemaniku hingga aku berada pada fase ternyaman dalam hidupku. Aku seorang remaja putri yang mengalami mental breakdown karena perundungan yang aku alami di masa sekolah, masa-masa indah yang seharusnya aku rasakan berubah menjadi mengerikan sejak pertama aku menjejakan kakiku di sekolah Menengah Atas. Sebagai korban bullying, tentu saja aku sangat takut saat akan berangkat ke sekolah, aku takut, bertemu dengan mereka yang terus menerus memerasku, mengancam, bahkan tak segan pula mereka melecehkanku, baik secara fisik maupun verbal. Tak hanya sekali dua kali aku berusaha melaporkan perbuatan mereka kepada pihak sekolah, namun nihil, pihak s...